objektifikasi paradikma islam terhadap perkembangan zaman


OBJEKTIFIKASI PARADIGMA ISLAM TERHADAP PERKEMBANGAN ZAMAN



        Makalah ini disusun guna memenuhi tugas matakuliah : filsafat ilmu/manusia Dosen Pengampu : al makin
Disusun oleh :
                          
-Nur Arifin                          ( 12540058)
-Saidatun ni’mah                     (12540086)
-Addi Arifianto                       (12540049)
-Shoimatul Khumairoh            (12540077)           
-siti Aminah                    (12540056)


PROGRAM STUDI SOSIOLOGIAGAMA
FAKULTAS USHULUDDIN  STUDI AGAMA DAM PEMIKIRAN ISLAM
UNIVERSITAS ISLAN NEGRI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA

                                                                                                                                                                                                                       


                                                                            BAB I
PENDAHULUAN

   A.    Latar belakang masalah
            Alhamdulillah puji syukur kita panjatkan kehadiran allah SWT karna berkat taufik dan hidayahnyalah kami dapat menyelesaikam tugas makalah ini meskipun jauh dari kesempurnaan, shalawat dan salam marilah kita panjatkan kepada nabi basar muhammad SAW  karna berkat perjuangan beliaulah kita dapat mengenyam manisnya iman dan islam hingga saat ini, makalah ini telah kami susun mengenai objektifikasi paradigm islam terhadap perkembangan zaman.                                                                                                Jika berbicara tentang zaman sebenarnya kita telah merajut sebuah  permasalah yang sangat menarik,dalam konteks sosial masa kini dan beberapa belasan abad tahun yang lalu terdapat  jarak antara kedua masyarakat tersebut yang sering di sebut sosio-historis. Peralihan dari masyarakat praindustri ke masyarakan industri bahkan sudah banyak yang berbicara tentang  pasca industri, tentunya  membutuhkan sebuah objek yang mampu menampung perubahan tersebut. Ketika islam berbicara tentang  ibadah, kita harus ketahui di sisi lain al qur’an juga berbicara tentang tekhnologi, jika seorang muslim hanya mampu melihat islam dari sudut pandang agama yang mewajibkan shalat, puasa,zakat haji.maka siap-siaplah untuk berpola hidup stagnan.
Sangat menarik jika perkembangan zaman  itu dihadapi oleh aktor-aktor  yang tidak hanya pandai berzikir tapi juga pandai berpikir karna memang kedua hal ini harus muncul dalam watak setiap muslim. Kita harus pahami perkembangan zaman itu tidak pernah mau menunggu sampai generasi mau berubah namun waktu telah menjawab segalanya. Sehinggga kita harus mempunyai agenda baru  supaya agama dapat di sesuaikan dengan perubahaan zaman. Problematika zaman yang sudah modern itu di sebabkan oleh  pemikiran manusia, sehingga untuk bisa menjawab tantangan itu, juga harus melalui pemikiran yang di selaraskan dengan zaman.
Di saat islam berada di tengah masyarakat sosial maka harus bisa menyesuaikam diri dengan arus zaman yang bergejolak saat itu. Islam bukan agama yang mengekang kebebasan pemeluknya untuk melaju bersama perkembangan zaman karna islam bersifat universal, tapi terlalu banyak hal yang mengikat kepribadian umat dalam hal yang berbau perubahan,  sehingga wajar kalau islam menempati bangku  paling belakang dari deretan peradaban dunia. Persepsi-persesi seperti itu sebenarnya sudah tidak wajar lagi muncul di zaman yang modern ini, zaman klasik akan mampu di hadapi oleh pemikiran yang klasik, zaman modern pun hanya akan mampu terjawab oleh pemikiran yang  modern. Di saat dunia asyik berbicara tentang technologi lalu kemudian  di jaawab dengan hal yang berbau mistik maka siap-siap di tertawakan oleh zaman itu sendiri.

Perlu di ketahui al qur’an sendiri jauh hari telah memberikan isyarat  perkembangan zaman melalui beberapa ayat yang telah tertuang di dalamnya. Namun kita tidak pernah jauh berpikir tentang hal itu, sebagian besar  telah menelan secara mentah tentang kandungan al qur’ an tanpa menafsirkannya lebih jauh tentang apa yang sebenarnya menjadi  tujuan akhir dari al qur’an itu sendri, zaman telah memperluas ilmu pengeahuan. Technologi  telah memperluas ranah kajian maka sangat tidak nyambung  jika kita harus menyempitkan daya pikir kita dalam menanggapi kejadian semacam itu.
Dengan demikian untuk lebih jelasnya apa yang menjadi fokus bahasan makalah ini alangkah lebih baiknya kita berbagi pengetahuan dan saling memberikan informasi pada kesempatan kali ini. Makalah ini secara sederhana akan memberikan gambaran yang mungkin bersifat umum, yang menurut kami, teman-teman semua sudah lebih mengetahui sebelumnya, namun kami selaku persentator membuka pintu hati secara tulus serta ikhlas untuk menerima kritikan dan saran  yang  bersifat membangun demi perbaikan pembuatan makalah-makalah di masa yang akan datang.

B.Rumusan Masala
Berdasarkan uraian latar belakang diatas pemakalah mencoba merumuskan sebuah permasalahan yang sekiranya menurut  kami  mampu memberikan batasan serta gambaran secara umum supaya nantinya tidak terjadi perluasan dari apa yang menjadi fokus bahasan dalam makalah ini. Dengan demikian permasalahan pokok yang dibahas dalam makalah ini adalah bagaimana islam sebenarnya memberikan tuntunan kepada manusia dalam memahami dan menykapi perkembangan zaman. Untuk itu penjabaran permasalahan tersebut akan di pandu melalui pertanyaan-pertanyaan pokok yaitu:
-apakah yang di maksud dengan objektifikasi itu?
-bagaimana cara memecahkan permasalahan dalam efistimologi paradigma islam?
-bagaimana metodologi pengilmuan islam?
-mengapa di perlukan etika dalam paradigma islam?
-bagaimana bentuk kritik paradigma islam terhadap peradaban modern?
                                         
    BAB II
                                                            PEMBAHASAN

            Dalam sejarah peradaban islam sering sekali kita jumpai masyarakat  yang menjadikan agma sebagai alasan untuk tidak terjun langsung dalam memenggal berbagai permasalahan yang ada di alam semesta melainkan beranggapan bahwa akhirat itu bertolak belakang dengan kehidupan dunia “hukum alam (sebagai aturan umum untuk alam) dan islam(sebagai atuuran umum untuk aqal) berkedudukan setingkat”( sidi gazalba,1987).  sehingga kita tidak boleh hanya berpihak terhadap salah satunya saja, seiring dengan perkembangan zaman.islam sering kali di artikan bahwa hanyalah sebatas sandaran vertikal kepada Allah, padahal substansi yang di usung oleh islam itu sendiri adalah bagaimana seseorang itu mempunyai solidaritas kemasyarakan (horizontal). Sehingga objektifikasi islam in muncul untuk menjadi penengah dari kekeliruan konstruksi yang di bangun masyarakat, sehingga objektifikasi yang mempunyai makna  dan tujuan untuk menjadikan pengilmuan islam sebagai rahmat untuk semua orang. Dengan proses pengilmuan islam ini maka akan muncul lah pemikiran baru yang akan mengantarkan islan untuk bisa maju bersama dengan perkembangan zaman
            pengilman islam di sini tidak hanya terpaku pada persoalan agama semata tetapi tidak terlepas pula dari dari beberapa perkembangan ilmu-ilmu alam, tehnologi, Politik dan bahkan sosial budaya, dengan demikan islam yang telah sarat dengan ilmu itu akan dengan mudah memadukan antara ilmu agama dan ilmu-ilmu umum tersebut. Paradigma islam yang dulunya sempit akan menjadi luas karna kajian-kajian ilmu yang lain, sehingga yang akan muncul adalah pribadi-pribadi yang sadar akan kekuasaan  Allah dan  muslim yang mampu berdri di tengah mayarakat terlebih lagi dalam arus perkembangan zaman.
            Objektifikasi akan mampu menceak generasi-generasi islam yang tidak hanya pandai berzikir tapi juga pandai berfikir.maka  saangat menarik, ” ketika dunia di landa kebodohan ,peradaban hancur etika dan moral suram, Allah tidak lantas menyeru amar ma’ruf  nahi munkan Allah  juga tidak langsung membeberkan hukum dam perundang-undangan tapi perintah awal allah yang turun adalah peintah membaca” (Mustanadi, Mustafa,2008 ).yakni yang tertuangdalam surat al-alaq, Kata “iqro’ bismirobbikallazi kholaq”  ini tidak mempunyai objek yang harus di baca sehingga seorang ulama’ tafsir muhammad qurais shihab kemudian memberikan interpretasi  bahwa tuntunan untuk membaca itu memang mencakup segala sesuatu yang bisa di baca asalkan bacaan itu atas nama tuhan. Dari pendapat di atas jelas sekali bahwa islam ini tidak pernah memandang sebelah mata terhadap ilmu yang berbasis kepada ketuhan ataupun ilmu yang berbau umum. Dengan mendalami dan mengkaji ilmu sosial misalnya tentu tujun akhir yang di kehendaki adalah menciptakan masyarakat  yang mampu bergaul dan berinteraksi di tengah masyarakat.

          Tidak akan tercapai sebuah objektifikasi yang utuh tanpa mempelajari dan mendalami kajian-kajian di tengah kehidupan masyarakat di muka bumi ini.untuk bisa berhasil di akherat kelak  sudah sepantasnya bumi ini di jadikan sebagai bahan praktik bagai mana melaju ke jalan yang benar di kemudian hari, jika telah berhasil membuat  pola hidup yang baik di dunia maka untuk mencpai kehidupan abadi yang penuh dengan kebahagiaan itu akan sangat mudah di lakukan seorang muslim dengan tidak keluar dari ketentuan agama, kedua hal ini harus sejalan , tidak dapat sempurna kalau salah satunya terhenti. dunia dan isinya ini tidak mungkin di ciptakan hanya untuk menampung kehidupan manusia lebih dari itu, dunia ini sebenarnya telah banyak menitipkan lembaran-lembaran pelajaran yang harus di pahami manusia itu sendri sehingga umat yang sukses di dunia dan akherat itu adalah manusia yang mampu berkehidupupan  sosial yang baik dan hidup dengn tidak terlepas dari aturan yang telah di tentukan oleh yang maha kuasa tadi. Ilmu agama dan ilmu sosial dalam hal ini saling  mendukung untuk mensukseskan kehidupan manusia hari ini dan esok.
            Terlebih lagi jika kita berbicara tentang efistimologi dalam  paradigma islam. Untuk bisa menyelesaikan bagai mana kekeliruan selama ini dalam pardigma islam itu sendiri, di perlulkan beberapa langkah dan struktur yang harus di lalui karna paradigma islam  tidak akan bisa menelan sesuatu  yang baru secara mentah. Dalam hal ini jika dimasukkan strutur trasendental yang di mana pemegang kekusaan tertinggi dari efistimologi itu adalah tauhid, tauhid telah menempati kedudukan utama dalam ilmu agama dalam berbagai perkembangan. Sehingga dapat di tengahi dengam beberapa cara, jika dalam sejarah manusia hanya mencerna berbagai disiplin ilmu islam secara utuh kita harus mencanangkan bahwa berpikir  untuk menemukan solusi menghadapi perkembangan zaman itu tak selamanya di jawab dengan pola pikir  yang telah di tetapkan dalam sejarah. Zaman  sebenarnya telah menantang pola pikir untuk mengikuti perkembangannya. Sementara pengetahuan itu hanya tercipta  untuk orang-orang yang mau berpikir,
            Ketika seorang muslim telah disibukkan oleh ilmu klasik, sejarah, dan ilmu keagamaan lainnya. Sebenanya telah di tuangkan beberapa pelajaran  yang tidak tutup kemungkinan bisa mengikuti pola perkembangan zaman, namun  patut di garis bawahi
Bahwa  perubahan ini hanya bisa menaungi beberapa ilmu, yakni perubahan  yang  tidak menentang koredor garis yng telah di tetapkan oleh tuhan. Manusia tidak pernah di batasi untuk berfikir tapi manusia di larang untuk melewati tabir yang sudah jelas menjadi pemisah, sekarang jika kita berbicara tentng ibadah, akdah, dan akhlak tentunya itu semua  tidak akan pernah terlepas dari garis ketentuan tuhan jika ibadah sudah erat kaitannya dengan shalat, puasa,zakat dan haji. Manusia tak punya kuasa untuk menyentuh ketentuan tersebut, tetapi sekarang jika berbicara mengenai muamalah tentunya tanpa gerakan manusia untuk menyikapinya tidak akan terjalani sesuai yang telah di tuntunkan, ketika muamalah menghadapi  perubahan zaman, seperti apa manusia mempunyai peran penting dalam mengatur pola hidup yang sesuai dengan zaman itu sendiri??
                      
            Ilmu agama memegang peranan penting dalam memberikan petunjuk jalan mana yang harus dilalui oleh manusia dan  ilmu sosial itulah yang akan menemani manusia untuk bersama-ssama menuju  titik akhir yang di kehendaki ilmu agama itu, akhlak yang baik tidak dapat di ukur dengan bagaimana  shalatnya, puasanya, hajinya tapi juga perlu berbicara panjang lebar mengenai muamalahnya. Dalam hal akhlak misalnya, akhlak itu bersifat relatif. Di satu sisi kita harus berbuat ini dan di sisi lain kita harus berbuat itu..
            Konteks yang di pakai oleh manusia itu harus bersifat kondisional,karana “seluruh pengetahuan itu tak lain dari jumlah pengalaman kita”. (podjawijatna,1997)  yang dalam perubahan zaman tetap mengalami perubahan.  seorang yang selalu memahami dan tanggap terhadap perububahan akan selalu mendapat predikat sebagai orang yang berilmu karna dia paham dan tau apa yang harus dia lakukan di saat kondisi-kondisi tertentu, sehingga perkembangan zaman tidak akan membuatnya kaku,yang kemudian  manusia bukan hanya berstatus sebagai konsumen, tapi manusia akan mampu menciptaan produk-produk baru yang demikian itulah yang akan di namakan sebagai manusia yang produktif  sebab telah” mempunyai keduduan yang  jelas di tengah masyarakat” (Aidh al-Qarni 2006), dan tentunya akan mampu mencetak sesuatu yang baru.
            Jika manusia hanya perpedoman kepada sejarah, tidak  kecil kemungkinan akan tergilas perubahan waktu .”dunia adalah obyekpengamatan yang selalu berubah dan bergerak dan tidak tetap”(poedjawijatna,1982) di saat sejarah berbicara tentaang zuhud dan hidup sederhna lalu kemudian di zaman yang modern ini di artikan bahwa orang hanya menjalankan  menjalankan  ibadah ritual  dengan menggunakan pasilitas yang seadanya dalam diri sendiri tanpa mengetahui apa yang telah berkembang di luar sana, hanya berpatokan pada kata zuhud tadinya maka bayangkan saja apa yang akan terjadi pada diri, dan generasi yang kita lahirkan tentunya akan tetinggal jauh oleh zaman terlebih lagi jika berbicara tentang tekhnologi. Dalam hal ini sangat di perlukan beberapa metodologi pengilmuan. Metodologi ini kemudian di klasifikasikn menjadi dua yakni metodologi  integralisasi dan metodologi obyektifikasi. Dalam dua metodologi ini akan kita pahami bagaimana suatu  ilmu yang berhubungan dengan tuhan dan ilmu  yaang berhubungan dengan manusia tidak bisa di pisahkan. di saat integralisasi berbicara tentang wahyu yang berkaitan dengan petunjuk allah dalam al qur’ an dan sunah  rasul maka pada saat yang sama pula objektifiksi tampil sebagai rahmat untuk semua orang sehingga akan muncul ilmu sekuler  dan integralistik. “ilmu-ilmu sekuler  adalah  produk bersama semua manusia, sedangkamn ilmu-ilmu integralistik (nantinya) adalah produk bersama seluruh manusia” (kuntowijoyo 1234), dalam  hal ini kita tidak boleh  memandang sebelah  mata  terhadap salah satu ilmu tersebut. Ilmu yang pertama kali muncul itu sendiri adalah ilmu filsafat  dan ini adalah salah satu ilmu yang bersifat sekuler, ilmu sekuer inilah yang telah menguasai manusia karna lebih mengarah ke pandangan tentang masa depan manusia.Sehingga tumbuhlah beberapa alur pertumbuhan ilmu-ilmu yang meliputi: agama dimana agama telah menjadikan al qur’ an sebagai sumber ajaran islam yang berkaitan dengan tuhan dan lingkungan.Namun agama tidak pernah mengklaim wahyu tuhan sebagai satu-satunya pengtahuan tapi juga telah mengakui bahwa ilmu itu juga berasal dari manusia yang kemudian di namakan sebagai teantroposentrismi, dan tumbuhlah beberapa paham yang yang ingin menyatukan kembli agama dengan sektor-sektor kehidupan lain, termasuk agama dan ilmu itu sendiri.dalam ilmu integralistik  wahyu tuhan dan temuan pikiran manusia tidak akan salingmengucilkan ,  dari penyatuan agama dan wahyu tadi akan teriring perkembangan menuju pasca modernisme dengan tetap terarah pada wahyu tuhan. Sebaliknya bisa di bayangkan apa  yang akan terjadi jika ekonomi lepas dari agama, politiklepas dari agama dan sebagainya tentunya kita akan mempunyai pandngan yang sekuler objektif ketika kedua aspek tadi berdiri sendiri.oleh karna itu kita sangat mengharapkan datangnya pasca modernisme akan menghsilkan rujukan kembali  dan keterkaitan kembal termasuk ilmu dan agama.
            Dalam hal merujuk kembali eterkaitan antara ilmu dan agama ini telah di rencanakan oleh beberapa golongan di dunia termasuk di dalamnya sunni maupun syi’ah  dalam menghadapi pasca modernisme tadi.
            Objektifikasi dalam  islam telah membuka kebebasan kepada manusia dalam hal mencari ilmu. Islam tidak pernah mewajibkan manusia untuk menuntut ilmu ke mekah namun dengan bijaksna isalam telahmelepas manusia untuk menentukan pilihannya dalm suatu hadis justru di katakan “ tuntutlah ilmu meskipun ke negri cina”  ini memberikan isyarat bahwa islam tidak pernah mengekang dan membelenggu masyarakat manusia untuk mengkaji pengetahuan di manapun itu selama tidak keluar dari ketentuan agama itu sendiri. Karna dalam menghadapi dunia yang pluralisme ini seseorang tidak akan pernah membedakan agama yang di anut namun yang menjadi peratnyaan sekarang ini adalah sebatas apa kemampuan yang kita miliki, semisal dalam sebuah perkantoran  seseorang tidak  akan bisa masuk kerja dengan bermodalkan agama islam namun persoalan yang menunjang adalah ilmu ataupun skill yang di miliki perorangan itu sendri.
            Islam telah menetapkan al qur’ an sebagai sumber hukum yang harus di taati oleh manusia namun sekarang di saat dunia telah bersifat pluralisme, dimana dalam suatu negara terdiri dari berbagai agama, ras, dan suku tidak mungkin kalau hanya di patokkan kepada al qur’an semata sehingga ojektifikasi telah muncul untuk memberikan beberapa peraturan yang dapat menyesuakn berbagai keragaman tadi, karna jika salah satu dari aturan agama  di lalaikan maka tentunya berdampak pada kesenjangan sosial yang besar.
             Negara sebagai pelembagaan wewenang  juga harus pandai meletakkan dasar hukum , untuk mengelola hukum itu tidak dapat di lakukan dari kalangan pribadi, maupun pemimpin itu sendiri, untuk membuat hal semacam ini sangatlah di perlukan pertimbangn yang matang.
            Dalam melakukan berbagai penetapan tentunya tidak terlepas dari etika yang harus di paparkan seperti apa. Islam mempuyai beberapa paradigma yang dalam hal ini haruslah sejalan dengan etika karna untuk mewujudkam tujuan akhir yang di kehendaki dalam paradigma islam harus kita ketahui terlebih dahulu  bahwa islam adalah agama yang  abadi sehingga kedekatan manusia kepada yang maha abadi justru telah menghendaki adanya perubahan, dan memperjuangkan sejarah kehidupan manusia yang dulunya masih suram menuju sebuah pencerahan.
            Perdebatan mengenai theologi di kalangan islam sampai sekarang ini masih nampak, di mana pada seorang muslim yang mengkaji dan mengartikan theologo sebagai hal yang berkitan dengan ilmu kalam dan ketuhanan. Di sisi lain kita katakan bahwa cendikiawan muslim telah memaknai theologi itu lebih luas terhadap realitas dan menggunakan refleksi yang empiris.sehingga tidak heran jika sering terjadi perdebatan dan kesalah pahaman dari dua pandangan tersebut.sehingga di perlukanbeberapa etika penjelasn untuk menyatukan dua hal yang di anggap berbeda itu.
            Dalam hal ini sebagai ilmuan islam yang peka terhadap sosial tentunya akan mengambil beberapa tindkan yang tidak akan berdampak  pada perdebatan yang sulit bisa menerima pandangan keilmuan tadi.dengan mengelaborasi ajaran agama ke dalam bentuk  teori sosial nampakna akan lebih mudah di terima di tengah kalangan masyarakat, sehingga tidak terpaku pada persoalan  teologis semata tetapi juga mengangkat berbagi persolan sosial ataupun sejarah.sehingga perlahan akan mampu menjelaskan tentang sebenarnya tujuan dari pemaparan yang di kehendaki. Terlebih lagi di era modern sekarang ini di mana pemikiran manusia tidak akan mudah di otak atik lagi untuk menyusupkan beberapa pemahaman baru, kehidupan modern sesungguhnya telah muncul di tengah masyarakat dari hasil pemikiran dan karya manisia itu sendiri.
            Ketita masyarakat telah mampu mengubah zaman menjadi modern justru sekarang kemajuan itu telah menyeret manusia untuk menjadi produsen yang hanya bisa mengandalkan tekhnologi, tangan manisia telah  pensiun untuk melakukan sebuah kegiatan produksi dimana sekarang ini posisinya telah di gantikan oleh tekhnologi, tehnologi memegang peranan yang terdepan dari sistem produksi padahal tekhnologi itu sndiri adalah hasil produksi yang muncul dari pemikiran seorang yang produktif. Ketika dahulu manusia menggunakan energi dan tangannya sendiri kini harus merelakan pekerjaan itu di selesaikan oleh tekhnologi.
            Dampaknya masyarakat yang tidak mampu bertarung dalam perubahan zaman harus rela jadi penonton, perubahan zaman ini bersikap kejam dan tidak bisa di tawar  lagi, di saat manusia memfungsikan ilmu yang mapan dalam menghadapi  perubahan maka dia akan menjadi raja zaman tetapi sebaliknya jika manusia hanya  bisa memandang perubahan zaman itu tanpa di hadapi dengan ilmu yang sesuai dengan  zaman itu inginkan maka manusia yang semacam ini tentunya akan menjadi budak dari perubahan zaman. Sekarang pilihan ada di tangan manusia, islam dalam hal ini tidak pernah mengekang manusia untuk mempelajari apa yang seharusnya bisa mencipakan manusia-manusia mampu menjadi rahmatan lil aalamin

 BAB III
KESIMPULAN

            Dari beberapa pemaparan  di atas  kami dapat melontarkan kesimpulan bahwa objektifiksi adalah beberapa  pandangan yang menginginkan terciptanya manusia-manusia yang mampu menjadi rahmatan lilaalamin melalui proses pengilmuan islam.dalam hal yang semacam ini akan muncul beberapa efstimologi dalam paradigma islam yang bisa di jawab melalui struktur trasendental yang menempatkan tauhid sebagi ilmu terdepan. Sehingga di perlukan beberapa metodologi untuk meneruskan paradigma tersebut yang kami paparkan. metodologi itu meliputi dua strutur  yakni struktur  integralisasi dan objektifikasi karna dua hal inilah yang dapat menyatukan pemikiran islam untuk tidak dikotomi terhadap agama dan ilmu.
            Dalam menaggapi hal yang semacam itu akan timbul beberapa permasalahan yang memerlukan etika yang tepat untuk menanggapinya. Dalam menanggapi persoalan yang berkaitan dengan agama dan ilmu sosial kiranya di perlukan beberapa pola merubah pemahaman kosa kata dalam memahapi pemaparan tertentu.melalui proses menyusupkan beberapa persoalan yang berkaitan dengan manusia  dan tidak melepaskan strategi mengutamakan agama akan mampu menciptakan manusia yang berpikir untuk tidak hanya seedar ibadah kepada tuhan tapi juga membangun solidaritas dengan sesama manusia.demikian juga dalam hal ilmu tentunya pengembangan ilmu yang mempu menjawab tantangan zaman tidak boleh di belakangi oleh manusia sehingga akan mampu menghasilkan produk-produk  yang di inginkan zaman.  Karna jika manusia hanya mengandalkan ilmu agama tanpa menanamkan kepekaan terhadap perubahan maka dia akan menjadi budak zaman sehingga ilmu agama dan ilmu umum harus mampu bergandengan untuk mendampingi manusia.      
                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                        DAFTAR PUSTAKA

v  Gazalba,Sidi, 1987, Sistematika Filsafat, Jakarta: Bulan Bintang.

v  Poedjawijatna, 1997, Pembimbing kearah Filsafat, Jakarta, Rineka Cipta.

v  Al-Qarni Aidh, 2006, Memahami Semangat  Zaman, Jakarta, Serambi.

v  Poedjawijatna, 1982, Tahu dan Pengetahuan, Jakarta, Bina Aksara.

v  Mustafa Mustanadi, 2008, Pendidikan dalam Perspektif Islam, Praya, Darul Muhajirin.

v  Kuntowijoyo,
           
           
           
           



Categories: