HUBUNGAN ANTAR MANUSIA DALAM SATU
AGAMA
Makalah Ini Di Susun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Tafsir Ayat-Ayat Sosial
Dosen Pengampu : Muh. Amin Dr, Lc
Oleh :
Nur Arifin :
12540058
Nur Hidayat :
12540099
Ahmad Syaifullah :
12540027
Andi Saputra :
12540080
PRODI SOSIOLOGI AGAMA
FAKULTAS USHULUDDIN DAN PEMIKIRAN ISLAM
UNEVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
2013
BAB I
PENDAHULUAN
Islam adalah agama samawi terakhir yang dirisalahkan melalui
Rasulullah SAW. Karena Islam sebagai agama terakhir dan juga sebagai
penyempurna ajaran-ajaran terdahulu, maka sangat bisa dipahami, jika Islam
merupakan ajaran yang paling komprohensif, Islam sangat rinci mengatur
kehidupan umatnya, melalui kitab suci al-Qur’an. Allah SWT memberikan petunjuk
kepada umat manusia bagaimana menjadi insan kamil atau pemeluk agama Islam yang
kafah atau sempurna.
Secara garis besar ajaran Islam bisa dikelompokkan
dalam dua kategori yaitu Hablum Minallah (hubungan vertikal antara
manusia dengan Tuhan) dan Hablum Minannas (hubungan manusia dengan
manusia).Allah menghendaki kedua hubungan tersebut seimbang walaupun hablumminannas
lebih banyak di tekankan. Namun itu semua bukan berarti lebih mementingkan
urusan kemasyarakatan, namun hal itu tidak lain karena hablumminannas
lebih komplek dan lebih komprehensif. Oleh karena itu suatu anggapan yang salah
jika Islam dianggap sebagai agama transedental.
RUMUSAN MASALAH
1.
Apa penjelasan mengeai surat al hujarat ayat 10 – 12 ?
2.
Bagaimana Asbab an Nuzulnya ?
3.
Pesan apa yang dapat diambil sebagai pelajaran dari ayat
tersebut ?
BAB II
PEMBAHASAN
1. Al - Qur’an Surat Al-Hujurat ayat 10-12
a. Teks Ayat
ِنَّمَاالْمُؤْمِنُوْنَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوْابَيْنَ
أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوااللهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَ().
يأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُواْ لاَ يَسْخَرْ
قَوْمٌ مِّن قَوْمٍ عَسَى أَن يَكُونُواْ خَيْراً مِّنْهُمْ وَلاَ نِسَآءٌ مِّن
نِّسَآءٍ عَسَى أَن يَكُنَّ خَيْراً مِّنْهُنَّ وَلاَ تَلْمِزُواْ أَنفُسَكُمْ
وَلاَ تَنَابَزُواْ بِالاٌّلْقَـبِ بِئْسَ الاسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ الايمَانِ
وَمَن لَّمْ يَتُبْ فَأُوْلَـئِكَ هُمُ الظَّـلِمُونَ()يأَيُّهَا الَّذِينَ
ءَامَنُواْ اجْتَنِبُواْ كَثِيراً مِّنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ
وَلاَ تَجَسَّسُواْ وَلاَ يَغْتَب بَّعْضُكُم بَعْضاً أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَن
يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتاً فَكَرِهْتُمُوهُ وَاتَّقُواْ اللَّهَ إِنَّ
اللَّهَ تَوَّابٌ رَّحِيمٌ ()يأَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَـكُم مِّن ذَكَرٍ
وَأُنْثَى وَجَعَلْنَـكُمْ شُعُوباً وَقَبَآئِلَ لِتَعَـرَفُواْ إِنَّ
أَكْرَمَكُمْ عَندَ اللَّهِ أَتْقَـكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ.
b. Terjemah Mufrodat
- Ayat 11
قَوْمٌ
|
لاَ يَسْخَرْ
|
ءَامَنُواْ
|
الَّذِينَ
|
يأَيُّهَا
|
Suatu kaum
|
Janganlah mengolok-olok
|
Mereka beriman
|
Orang-orang yang
|
wahai
|
مِّنْهُمْ
|
خَيْراً
|
أَن يَكُونُواْ
|
عَسَى
|
مِّن قَوْمٍ
|
dari mereka (yang mengolok-olok)
|
Lebih baik
|
Mereka (yang diolok-olok)
|
(karena) boleh jadi
|
Terhadap kaum (laki-laki) yang lain
|
أَن يَكُنَّ
|
عَسَى
|
مِّن نِّسَآءٍ
|
نِسَآءٌ
|
وَلاَ
|
Mereka (yang diolok-olok)
|
(karena) boleh jadi
|
Terhadap perempuan-perempuan yang lain
|
Para perempuan
|
Dan janganlah
|
أَنفُسَكُمْ
|
تَلْمِزُواْ
|
وَلاَ
|
مِّنْهُنَّ
|
خَيْراً
|
Antara sesame kalian
|
Kalian asling mencela
|
Dan jangnalh
|
Dari mereka (yang diolok-olok)
|
Lebih baik
|
الاسْمُ
|
بِئْسَ
|
بِالاٌّلْقَـبِ
|
تَنَابَزُواْ
|
وَلاَ
|
Nama itu
|
Seburuk-buruk
|
Dengan julukan/gelar (yang buruk)
|
Kalian saling memanggil
|
Dan janganlah
|
لَّمْ
|
وَمَن
|
الايمَانِ
|
بَعْدَ
|
الْفُسُوقُ
|
Tidak
|
Dan siapa yang
|
keimanan
|
sesudah
|
(adalah) kefasikan
|
الظَّـلِمُونَ
|
هُمُ
|
فَأُوْلَـئِكَ
|
يَتُبْ
|
|
Orang-orang Dzalim.
|
mereka adalah
|
Maka mereka itu
|
Dia bertaubat
|
-
Ayat 12
كَثِيراً
|
اجْتَنِبُواْ
|
ءَامَنُواْ
|
الَّذِينَ
|
يأَيُّهَا
|
Banyak
|
Kalian jauhilah
|
Mereka beriman
|
Orang-orang yang
|
Wahai
|
وَلاَ
|
إِثْمٌ
|
الظَّنِّ
|
إِنَّ بَعْضَ
|
مِّنَ الظَّنِّ
|
Dan janganlah
|
dosa
|
Prasangka (itu adalah)
|
Sesuangguhnya sebagian
|
Dari prasangka
|
بَعْضاً
|
بَّعْضُكُم
|
يَغْتَب
|
وَلاَ
|
تَجَسَّسُواْ
|
(terhadap) sebagian yang lain
|
Sebagian dari kalian
|
menggunjing
|
Dan janganlah
|
Kalian memata-matai aib/kekurangan (orang
lain)
|
أَخِيهِ
|
لَحْمَ
|
أَن يَأْكُلَ
|
أَحَدُكُمْ
|
أَيُحِبُّ
|
Saudaranya sendiri
|
daging
|
Untuk memakan
|
Salaha seorang diantara kalian
|
Apakah suka
|
إِنَّ
|
اللَّهَ
|
وَاتَّقُوا ْ
|
فَكَرِهْتُمُوهُ
|
مَيْتاً
|
Sesungguhnya
|
(kepada) Allah
|
dan bertaqwalah kalian
|
Tentyu kalian merasa benci/ jijik terhdapnya
|
(yang)mati/ bangkai
|
رَّحِيمٌ
|
تَوَّابٌ
|
اللَّهَ
|
||
Maha Kekal kasih saying Nya
|
Maha Penerima Taubat
|
Allah
|
c. Terjemah Ayat
10. Sesunggunya orang-orang mukmin itu bersaudara, karena
itu damaikanlah antara kedua saudaramu (yang berselisih) dan bertakwalah kepada
Allah agar kamu mendapat rahmat". (Al-hujurat, )
11.
Hai orang-orang yang beriman, janganlah
sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang
ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan
merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik.Dan
janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang
mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk
sesudah imandan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang
yang zalim.
12. Hai
orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena
sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang
dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang
suka memakan daging saudaranya yang sudah mati?Maka tentulah kamu merasa jijik
kepadanya.Dan bertakwalah kepada Allah.Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat
lagi Maha Penyayang.
d. Sebab Turunnya Ayat
-Ayat ke-10
ini adalah lanjutan kepada ayat ke-9. Ayat
ini menegaskan bahawa orang-orang yang beriman itu adalah bersaudara.
Orang-orang yang beriman bahawa konsep
persaudaraan dalam Islam itu penting dan sesuatu yang ‘integral’ kepada
kekuatan ummah. Ikatan persaudaraan dalam Islam haruslah diutamakan dan
kedudukannya mestilah di atas ikatan-ikatan lainnya
-
Ayat 11
Ibnu Munzir mengetengahkan sebuah
hadis melalui Ibnu Juraij menceritakan, mereka menduga bahwa ayat ini
diturunkan mengenai Salman Al Farisi r.a. yaitu ketika ia makan lalu tidur dan
sewaktu ia tidur kentut; lalu ada seorang lelaki yang menggunjingkan tentang
makan dan tidur Salman itu, maka turunlah ayat ini.
-
Ayat 12
Ibnu Abu Hatim mengetengahkan sebuah
hadis melalui Ibnu Abu Mulaikah menceritakan, bahwa ketika penaklukan kota
Mekah Bilal langsung naik ke atas Kabah kemudian mengumandangkan suara azan,
sebagian orang-orang ada yang mengatakan, "Apakah hamba sahaya yang hitam
ini berani azan di atas Kabah?" Sebagian dari mereka mengatakan,
"Jika Allah murka, niscaya Dia akan mencegahnya."Lalu Allah
swt.menurunkan firman-Nya, "Hai manusia! Sesungguhnya Kami menciptakan
kalian dari seorang laki-laki dan seorang perempuan..." (Q.S. Al Hujurat,
13) Ibnu Asakir di dalam kitab Mubhamat mengatakan, "Aku telah menemukan
di dalam manuskrip yang ditulis oleh Ibnu Basykuwal, bahwa Abu Bakar bin Abu
Daud mengetengahkan sebuah hadis di dalam kitab tafsir yang ditulisnya, bahwa
ayat ini diturunkan berkenaan dengan Abu Hindun. Rasulullah saw. memerintahkan
kepada Bani Bayyadhah supaya mereka mengawinkan Abu Hindun dengan seorang
wanita dari kalangan mereka. Lalu mereka menjawab, "Wahai
Rasulullah!Apakah pantas bila kami menikahkan anak-anak perempuan kami dengan
bekas hamba sahaya kami?"Lalu turunlah ayat ini.
e. Tafsir Ayat
Tafsiran pertama yaitu tafsir Jalalin ayat 10
اِنَّمَاالْمُؤْمِنُوْنَ اِخْوَةٌ(Sesunguhnya orang-orang mu'min adalah
saudara) dalam seagama – فَاَصْلِحُوْابَيْنَ
اَخَوَيْتِكُمْ (karena itu damaikanlah antara kedua saudara kalian)
apabila mereka berdua bersengketa. Menurut qiraat yang lain dibaca Ikhwatikum,
saudara-saudara kalian وَاتَّقُوااللَه لَعَلَّكُمْ
تُرْحَمُوْنَ (dan bertalwalah kepada Allah supaya kalian mendapat rahamt).[1][8]
Dalam
tafsir Departemen Agama dijelaskan dalam kata-kata pentingnya yaitu:
Ikhwah
إِخْوَةٌ yang artinya saudara, bentuk jamak
dari akhun. Kata jadiannya ukhuwwah atau persaudaran. Al-akh adalah seorang
yang menyertai orang lain dalam kelahiran, baik dari dua pihak yaitu ayah dan
ibu, atau salah satu pihak saja atau dari hal persusunan. Istilah ini
(persaudaraan) bisa untuk keluarga atau satu kabilah atau satu pekerjaan
(profesi) atau lainnya…[2][9]
2) Ayat 11
Dalam ayat ini, Allah SWT
memperingatkan kaum mukmin supaya jangan ada suatu kaum mengolok-olokkan kaum
yang lain karena boleh jadi, mereka yang diolok-olokkan itu pada sisi Allah
jauh lebih mulia dan terhormat dari mereka yang mengolok-olokkan, dan demikian
pula di kalangan wanita, jangan ada segolongan wanita yang mengolok-olokkan
wanita yang lain karena boleh jadi, mereka yang diolok-olokkan itu pada sisi
Allah lebih baik dan lebih terhormat dari wanita-wanita yang yang
mengolok-olokkan itu. Dan Allah SWT melarang pula kaum mukminin mencela kaum
mereka sendiri karena kaum mukminin semuanya harus dipandang satu tubuh yang
diikat dengan kesatuan dan persatuan, dan dilarang pula panggilan-panggilan
dengan gelar-gelar yang buruk seperti panggilan kepada seseorang yang sudah
beriman dengan kata-kata: hai fasik, hai kafir, dan sebagainya.
Muslim meriwayatkan dari Abu
Hurairah, sabda Rasulullah saw sebagai berikut yang artinya: “Sesungguhnya
Allah tidak memandang kepada rupamu dan harta kekayaanmu. akan tetapi Ia
memandang kepada hatimu dan perbuatanmu.”
Hadis ini mengandung isyarat bahwa
seorang hamba Allah jangan memastikan kebaikan atau keburukan seseorang
semata-mata karena melihat kepada amal perbuatannya saja, sebab ada kemungkinan
seorang tampak mengerjakan amal kebaikan, padahal Allah melihat di dalam
hatinya ada sifat yang tercela, dan sebaliknya pula mungkin ada seorang yang
kelihatan melakukan suatu yang tampak buruk, akan tetapi Allah melihat dalam
hatinya ada rasa penyesalan yang besar yang mendorong kepadanya bertobat dari
dosanya. Maka amal perbuatan yang nampak dari luar itu, hanya merupakan
tanda-tanda saja yang menimbukan sangkaan yang kuat, tetapi belum sampai ke
tingkat meyakinkan.Maka Allah SWT melarang kaum mukminin memanggil orang dengan
panggilan-panggilan yang buruk setelah mereka beriman. Ketika Rasulullah saw
tiba di Madinah, maka orang-orang Ansar banyak mempunyai nama lebih dari satu,
dan jika mereka dipanggil oleh kawan mereka, kadang-kadang dipanggil dengan
nama yang tidak disukainya, dan setelah hal itu dilaporkan kepada Rasulullah
saw, maka turunlah ayat ini.
Ibnu Jarir meriwayatkan bahwa Ibnu
Abbas dalam menafsirkan ayat ini, beliau menerangkan bahwa ada seorang
laki-laki yang pernah di masa mudanya mengerjakan suatu yang buruk, lalu ia
bertobat dari dosanya, maka Allah melarang siapa saja yang menyebut-nyebut lagi
keburukannya di masa yang lalu, karena hal itu dapat membangkitkan perasaan
yang tidak baik, membangkit-bangkit kefasikan setelah beriman. Itu sebabnya
Allah melarang panggilan-panggilan dengan gelar-gelar yang buruk itu.
Adapun gelar-gelar yang mengandung
penghormatan, itu tidak dilarang seperti sebutan kepada Abu Bakar dengan As
Siddiq, kepada Umar dengan Faruq, kepada Usman dengan sebutan Zun Nurain dan
kepada Ali dengan Abu Turab dan kepada Khalid bin Walid dengan sebutan
Saifullah (pedang Allah).
Panggilan yang buruk dilarang
diucapkan sesudah orangnya beriman karena gelar-gelar buruk itu mengingatkan
kepada kedurhakaan yang sudah lewat, yang sekarang tidak pantas lagi
dilontarkan kepada orangnya setelah ia beriman. Barang siapa tidak bertobat,
bahkan terus pula memanggil-manggil dengan gelar-gelar yang buruk itu, maka
mereka itu dicap oleh Allah SWT sebagai orang-orang yang zalim terhadap diri
mereka sendiri dan pasti akan menerima konsekwensinya berupa azab dari Allah
pada Hari Kiamat.
3) Ayat 12
Dalam ayat ini, Allah SWT memberi
peringatan kepada orang-orang yang beriman, supaya mereka menjauhkan diri dari
prasangka terhadap orang-orang yang beriman dan jika mereka mendengar sebuah
kalimat yang keluar dari mulut saudaranya yang mukmin, maka kalimat itu harus
diberi tanggapan yang baik, ditujukan kepada pengertian yang baik, dan jangan
sekali-kali timbul salah paham, apalagi menyelewengkannya sehingga menimbulkan
fitnah dan prasangka. Umar telah berkata yang artinya demikian:
"Jangan sekali-kali kamu menerima ucapan yang keluar dari mulut saudaramu,
melainkan dengan maksud dan pengertian yang baik, sedangkan kamu sendiri
menemukan arah pengertian yang baik itu."
Dan diriwayatkan dan Rasulullah saw
bahwa sesungguhnya Allah mengharamkan dari orang mukmin darahnya, kehormatannya
dan menyangka kepadanya dengan sangkaan yang buruk, atau dilarang berburuk
sangka. Adapun orang yang secara terang-terangan berbuat maksiat, atau sering
dijumpai berada di tempat orang yang biasa minum arak hingga mabuk, maka buruk
sangka terhadap mereka itu tidak dilarang. Imam Baihaqi dalam kitabnya Syu'abul
Iman meriwayatkan sebuah hadis dari Said bin Musayyab sebagai berikut:
Beberapa saudaraku di antara sahabat
Rasulullah saw telah menyampaikan sebuah tulisan kepadaku yang berisi beberapa
petunjuk, di antaranya, "Letakkanlah urusan saudaramu di atas sangkaan
yang sebaik-baiknya selagi tidak datang kepadamu yang membantah sangkaanmu itu
dan jangan sekali-kali engkau memandang buruk perkataan yang pernah diucapkan
oleh seorang muslim, padahal engkau menemukan tafsiran yang baik pada ucapannya
itu; dan barangsiapa yang menempatkan dirinya di tempat purbasangka, maka
janganlah ia mencela, kecuali kepada dirinya sendiri. Dan barangsiapa yang
menyembunyikan rahasianya, maka pilihan itu berada di tangannya, dan tidak
engkau balas seorang yang mendurhakai Allah (pada dirimu), dengan contoh yang
lebih baik ialah taat kepada Allah demi balasan itu; dan hendaklah engkau
selalu bersahabat dengan orang-orang yang benar sehingga engkau berada di dalam
lingkup budi pekerti yang mereka upayakan, karena mereka itu menjadi perhiasan
dalam kekayaan dan menjadi perisai ketika menghadapi bahaya yang besar. Dan
jangan sekali-kali meremehkan sumpah agar kamu tidak dihinakan oleh Allah
SWT.Dan jangan sekali-kali bertanya tentang sesuatu yang belum ada sehingga
berwujud terlebih dahulu dan jangan engkau sampaikan pembicaraan kecuali kepada
orang yang mencintainya. Dan tetaplah berpegang kepada kebenaran walaupun kamu
akan terbunuh olehnya. Hindarilah musuhmu dan tetaplah menaruh curiga kepada
kawanmu.kecuali orang yang benar-benar sudah dapat dipercaya, dan tidak ada
yang dapat dipercaya kecuali orang yang takut kepada Allah. Dan
bermusyawarahlah dalam urusanmu dengan orang-orang yang takut kepada Tuhan
mereka dalam keadaan gaib.
F.
Pesan pelajaran yang dapat di ambil dari
ayat tersebut adalah:
Ayat
ke-10 ini menegaskan bahawa orang-orang yang beriman itu adalah bersaudara.
Orang-orang yang beriman sedar bahawa konsep persaudaraan (brotherhood) dalam Islam
itu penting dan adalah sesuatu yang ‘integral’ kepada kekuatan ummah. Ikatan
persaudaraan dalam Islam haruslah diutamakan dan kedudukannya mestilah di atas
ikatan-ikatan lainnya. Ikatan
persaudaraan dalam Islam adalah yang terbaik sifatnya yang merangkumi aspek
kasih-sayang, tolong-menolong tanpa diskriminasi kelas, pangkat dan kedudukan
juga tanpa tipu-menipu dan tindas-menindas.
Sabda
Rasulullah (SAW) dalam beberapa buah hadis Baginda (SAW) mengenai persaudaraan:
Ø Tolong menolong:
Dari Abu Musa Al-Asha’ri, Rasulullah (SAW) bersabda “Orang beriman itu
ibarat sebuah bangunan, setiap satu menyokong yang lainnya” (riwayat Bukhari
dan Muslim) .
Ø Kasih-sayang:
Dari Anas bin Malik, Rasulullah (SAW) bersabda “Tidak beriman (dengan
iman yang sempurna) sesiapa di antara kamu sehingga dia mencintai saudaranya
sebagaimana dia mencintai dirinya” (riwayat Bukhari dan Muslim).
Ø Tidak
tindas-menindas:
Dari Abu Hurairah, Rasulullah (SAW) bersabda “Sesiapa yang menipu kita
adalah bukan di kalangan kita (muslim yang benar beriman)” (riwayat Muslim).
Ø Tidak
berlama-lama dalam perselisihan faham:
Dari Abu Ayub Al-Ansari bahawa Rasulullah (SAW) bersabda: “Tidak boleh
seorang muslim itu memutuskan hubungan dengan saudaranya lebih dari tiga malam
dengan berpaling daripadanya bila bertemu, sesungguhnya yang terbaik antara
keduanya adalah yang dahulu memberi salam” (riwayat Bukhari dan Muslim).
PENUTUP
Kesimpulan
Manusia adalah makhluk paling sempurna dibandingkan makhluk
ciptaan Allah lainnya. Kesempurnaan tersebut dimiliki manusia karena manusia
dianugerahi akal dan nafsu. Dengan dua unsur tersebut, maka akan terdapat
beberapa identitas yang melekat pada diri manusia, di antaranya yaitu sebagai
hamba (hubungan manusia dengan Allah), sebagai makhluk sosial (hubungan manusia
dengan sesama), serta sebagai khalifah (hubungan manusia dengan alam. Hubungan
manusia dengan Allah, yaitu sebagai hamba, maka manusia wajib beribadah kepada
Allah sepanjang hidupnya, karena semua yang dilakukan manusia akan
dipertanggungjawabkan di kemudian hari. Dalam hal ini ibadah memiliki dua
dimensi yaitu itu ibadah yang bersifat mahdhah (vertikal), maupun ibadah yang
bersifat ghairu mahdhah (horizontal). Selain
sebagai makhluk individu yang diwajibkan menjalankan ibadah kepada Allah,
manusia juga sebagai makhluk sosial. Dimana manusia hidup selalu membutuhkan
orang lain. Manusia hidup bermasyarakat dan berinteraksi dengan orang lain.
Dengan demikian, maka manusia haruslah memiliki akhlak yang baik, saling
menolong dan menyayangi sesama manusia. Demikian pula dengan alam, selain
menjalin hubungan baik dengan Sang Pencipta dan sesama manusia, manusia juga
memiliki amanah sebagai khalifah di bumi, dimana manusia diberi kemuliaan untuk
mengelola dan memanfaatkan segala fasilitas yang ada di bumi, tentu dengan
tidak mengabaikan kaidah-kaidah pemanfaatan sumber daya. Wallahu’alam.
DAFTAR PUSTAKA
Hadhiri,
Choiruddin. Klasifikasi Kandungan Alquran. Jakarta: Gema Insani Press,
2005.
Jazuli,
Ahzami samiun. kehidupan dalam Pandangan Alquran. Jakarta: Gema Insani
Press, 2006.
Nurdin,
Ali. Menelusuri Konsep Masyarakat Ideal dalam Alquran. TT: PT. Gelora
Aksara Pratama, 2006.
Shaleh,
Abdul Rahman dan Muhbib Abdul Wahab. Psikologi Suatu Pengantar dalam
Persfektif Islam. Jakarta: Prenada Media, 2004.
Syihab,
Dodi. Al-Quran Sandi Kecerdasan. Jakarta: Aldi Prima, 2010.
Thabathaba’I,
M dan Abu Abdullah dan Az-Zanjani. Mengungkap Rahasia Al-Quran. Bandung:
PT. Mizan Pustaka, 2009.
Categories:
MAKALAH