OBJEKTIFIKASI PARADIGMA ISLAM TERHADAP PERKEMBANGAN
ZAMAN
Disusun
oleh
:
-Nur Arifin ( 12540058)
-Saidatun ni’mah (12540086)
-Addi Arifianto (12540049)
-Shoimatul Khumairoh (12540077)
-siti Aminah (12540056)
PROGRAM STUDI SOSIOLOGIAGAMA
FAKULTAS USHULUDDIN STUDI AGAMA DAM
PEMIKIRAN ISLAM
UNIVERSITAS ISLAN NEGRI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang masalah
Alhamdulillah
puji syukur kita panjatkan kehadiran allah SWT karna berkat taufik dan
hidayahnyalah kami dapat menyelesaikam tugas makalah ini meskipun jauh dari
kesempurnaan, shalawat dan salam marilah kita panjatkan kepada nabi basar muhammad
SAW karna berkat perjuangan beliaulah
kita dapat mengenyam manisnya iman dan islam hingga saat ini, makalah ini telah
kami susun mengenai objektifikasi paradigm islam terhadap perkembangan zaman. Jika berbicara tentang zaman sebenarnya kita telah
merajut sebuah permasalah yang sangat
menarik,dalam konteks sosial masa kini dan beberapa belasan abad tahun yang
lalu terdapat jarak antara kedua
masyarakat tersebut yang sering di sebut sosio-historis. Peralihan dari
masyarakat praindustri ke masyarakan industri bahkan sudah banyak yang
berbicara tentang pasca industri,
tentunya membutuhkan sebuah objek yang
mampu menampung perubahan tersebut. Ketika islam berbicara tentang ibadah, kita harus ketahui di sisi lain al
qur’an juga berbicara tentang tekhnologi, jika seorang muslim hanya mampu
melihat islam dari sudut pandang agama yang mewajibkan shalat, puasa,zakat
haji.maka siap-siaplah untuk berpola hidup stagnan.
Sangat menarik jika perkembangan zaman itu dihadapi oleh aktor-aktor yang tidak hanya pandai berzikir tapi juga
pandai berpikir karna memang kedua hal ini harus muncul dalam watak setiap
muslim. Kita harus pahami perkembangan zaman itu tidak pernah mau menunggu
sampai generasi mau berubah namun waktu telah menjawab segalanya. Sehinggga
kita harus mempunyai agenda baru supaya
agama dapat di sesuaikan dengan perubahaan zaman. Problematika zaman yang sudah
modern itu di sebabkan oleh pemikiran manusia,
sehingga untuk bisa menjawab tantangan itu, juga harus melalui pemikiran yang
di selaraskan dengan zaman.
Di saat islam berada di tengah masyarakat sosial maka
harus bisa menyesuaikam diri dengan arus zaman yang bergejolak saat itu. Islam
bukan agama yang mengekang kebebasan pemeluknya untuk melaju bersama
perkembangan zaman karna islam bersifat universal, tapi terlalu banyak hal yang
mengikat kepribadian umat dalam hal yang berbau perubahan, sehingga wajar kalau islam menempati
bangku paling belakang dari deretan
peradaban dunia. Persepsi-persesi seperti itu sebenarnya sudah tidak wajar lagi
muncul di zaman yang modern ini, zaman klasik akan mampu di hadapi oleh
pemikiran yang klasik, zaman modern pun hanya akan mampu terjawab oleh
pemikiran yang modern. Di saat dunia
asyik berbicara tentang technologi lalu kemudian di jaawab dengan hal yang berbau mistik maka
siap-siap di tertawakan oleh zaman itu sendiri.
Dengan demikian untuk lebih jelasnya apa yang menjadi
fokus bahasan makalah ini alangkah lebih baiknya kita berbagi pengetahuan dan
saling memberikan informasi pada kesempatan kali ini. Makalah ini secara
sederhana akan memberikan gambaran yang mungkin bersifat umum, yang menurut
kami, teman-teman semua sudah lebih mengetahui sebelumnya, namun kami selaku
persentator membuka pintu hati secara tulus serta ikhlas untuk menerima
kritikan dan saran yang bersifat membangun demi perbaikan pembuatan
makalah-makalah di masa yang akan datang.
B.Rumusan Masala
Berdasarkan uraian latar
belakang diatas pemakalah mencoba merumuskan sebuah permasalahan yang sekiranya
menurut kami mampu memberikan batasan serta gambaran
secara umum supaya nantinya tidak terjadi perluasan dari apa yang menjadi fokus
bahasan dalam makalah ini. Dengan demikian permasalahan pokok yang dibahas dalam makalah ini
adalah
bagaimana islam sebenarnya memberikan tuntunan kepada manusia dalam memahami
dan menykapi perkembangan zaman. Untuk itu
penjabaran permasalahan tersebut akan di pandu melalui pertanyaan-pertanyaan
pokok yaitu:
-apakah yang di maksud
dengan objektifikasi itu?
-bagaimana cara
memecahkan permasalahan dalam efistimologi paradigma islam?
-bagaimana metodologi
pengilmuan islam?
-mengapa di perlukan
etika dalam paradigma islam?
-bagaimana bentuk kritik
paradigma islam terhadap peradaban modern?
BAB II
PEMBAHASAN
Dalam
sejarah peradaban islam sering sekali kita jumpai masyarakat yang menjadikan agma sebagai alasan untuk
tidak terjun langsung dalam memenggal berbagai permasalahan yang ada di alam semesta
melainkan beranggapan bahwa akhirat itu bertolak belakang dengan kehidupan
dunia “hukum alam (sebagai aturan umum untuk alam) dan islam(sebagai atuuran
umum untuk aqal) berkedudukan setingkat”( sidi gazalba,1987). sehingga kita tidak boleh hanya berpihak
terhadap salah satunya saja, seiring dengan perkembangan zaman.islam sering
kali di artikan bahwa hanyalah sebatas sandaran vertikal kepada Allah, padahal
substansi yang di usung oleh islam itu sendiri adalah bagaimana seseorang itu
mempunyai solidaritas kemasyarakan (horizontal). Sehingga objektifikasi islam
in muncul untuk menjadi penengah dari kekeliruan konstruksi yang di bangun
masyarakat, sehingga objektifikasi yang mempunyai makna dan tujuan untuk menjadikan pengilmuan islam
sebagai rahmat untuk semua orang. Dengan proses pengilmuan islam ini maka akan
muncul lah pemikiran baru yang akan mengantarkan islan untuk bisa maju bersama
dengan perkembangan zaman
pengilman
islam di sini tidak hanya terpaku pada persoalan agama semata tetapi tidak terlepas
pula dari dari beberapa perkembangan ilmu-ilmu alam, tehnologi, Politik dan
bahkan sosial budaya, dengan demikan islam yang telah sarat dengan ilmu itu
akan dengan mudah memadukan antara ilmu agama dan ilmu-ilmu umum tersebut.
Paradigma islam yang dulunya sempit akan menjadi luas karna kajian-kajian ilmu
yang lain, sehingga yang akan muncul adalah pribadi-pribadi yang sadar akan
kekuasaan Allah dan muslim yang mampu berdri di tengah mayarakat
terlebih lagi dalam arus perkembangan zaman.
Objektifikasi
akan mampu menceak generasi-generasi islam yang tidak hanya pandai berzikir
tapi juga pandai berfikir.maka saangat
menarik, ” ketika dunia di landa kebodohan ,peradaban hancur etika dan moral
suram, Allah tidak lantas menyeru amar ma’ruf
nahi munkan Allah juga tidak
langsung membeberkan hukum dam perundang-undangan tapi perintah awal allah yang
turun adalah peintah membaca” (Mustanadi, Mustafa,2008 ).yakni yang
tertuangdalam surat al-alaq, Kata “iqro’ bismirobbikallazi kholaq” ini tidak mempunyai objek yang harus di baca
sehingga seorang ulama’ tafsir muhammad qurais shihab kemudian memberikan
interpretasi bahwa tuntunan untuk
membaca itu memang mencakup segala sesuatu yang bisa di baca asalkan bacaan itu
atas nama tuhan. Dari pendapat di atas jelas sekali bahwa islam ini tidak
pernah memandang sebelah mata terhadap ilmu yang berbasis kepada ketuhan
ataupun ilmu yang berbau umum. Dengan mendalami dan mengkaji ilmu sosial
misalnya tentu tujun akhir yang di kehendaki adalah menciptakan masyarakat yang mampu bergaul dan berinteraksi di tengah
masyarakat.
Terlebih
lagi jika kita berbicara tentang efistimologi dalam paradigma islam. Untuk bisa menyelesaikan
bagai mana kekeliruan selama ini dalam pardigma islam itu sendiri, di perlulkan
beberapa langkah dan struktur yang harus di lalui karna paradigma islam tidak akan bisa menelan sesuatu yang baru secara mentah. Dalam hal ini jika
dimasukkan strutur trasendental yang di mana pemegang kekusaan tertinggi dari
efistimologi itu adalah tauhid, tauhid telah menempati kedudukan utama dalam
ilmu agama dalam berbagai perkembangan. Sehingga dapat di tengahi dengam
beberapa cara, jika dalam sejarah manusia hanya mencerna berbagai disiplin ilmu
islam secara utuh kita harus mencanangkan bahwa berpikir untuk menemukan solusi menghadapi
perkembangan zaman itu tak selamanya di jawab dengan pola pikir yang telah di tetapkan dalam sejarah. Zaman sebenarnya telah menantang pola pikir untuk
mengikuti perkembangannya. Sementara pengetahuan itu hanya tercipta untuk orang-orang yang mau berpikir,
Ketika
seorang muslim telah disibukkan oleh ilmu klasik, sejarah, dan ilmu keagamaan
lainnya. Sebenanya telah di tuangkan beberapa pelajaran yang tidak tutup kemungkinan bisa mengikuti
pola perkembangan zaman, namun patut di
garis bawahi
Bahwa perubahan
ini hanya bisa menaungi beberapa ilmu, yakni perubahan yang
tidak menentang koredor garis yng telah di tetapkan oleh tuhan. Manusia
tidak pernah di batasi untuk berfikir tapi manusia di larang untuk melewati
tabir yang sudah jelas menjadi pemisah, sekarang jika kita berbicara tentng
ibadah, akdah, dan akhlak tentunya itu semua
tidak akan pernah terlepas dari garis ketentuan tuhan jika ibadah sudah
erat kaitannya dengan shalat, puasa,zakat dan haji. Manusia tak punya kuasa
untuk menyentuh ketentuan tersebut, tetapi sekarang jika berbicara mengenai
muamalah tentunya tanpa gerakan manusia untuk menyikapinya tidak akan terjalani
sesuai yang telah di tuntunkan, ketika muamalah menghadapi perubahan zaman, seperti apa manusia
mempunyai peran penting dalam mengatur pola hidup yang sesuai dengan zaman itu
sendiri??
Ilmu
agama memegang peranan penting dalam memberikan petunjuk jalan mana yang harus
dilalui oleh manusia dan ilmu sosial
itulah yang akan menemani manusia untuk bersama-ssama menuju titik akhir yang di kehendaki ilmu agama itu,
akhlak yang baik tidak dapat di ukur dengan bagaimana shalatnya, puasanya, hajinya tapi juga perlu
berbicara panjang lebar mengenai muamalahnya. Dalam hal akhlak misalnya, akhlak
itu bersifat relatif. Di satu sisi kita harus berbuat ini dan di sisi lain kita
harus berbuat itu..
Konteks yang di pakai oleh manusia
itu harus bersifat kondisional,karana “seluruh pengetahuan itu tak lain dari jumlah
pengalaman kita”. (podjawijatna,1997)
yang dalam perubahan zaman tetap mengalami perubahan. seorang yang selalu memahami dan tanggap
terhadap perububahan akan selalu mendapat predikat sebagai orang yang berilmu
karna dia paham dan tau apa yang harus dia lakukan di saat kondisi-kondisi
tertentu, sehingga perkembangan zaman tidak akan membuatnya kaku,yang
kemudian manusia bukan hanya berstatus
sebagai konsumen, tapi manusia akan mampu menciptaan produk-produk baru yang
demikian itulah yang akan di namakan sebagai manusia yang produktif sebab telah” mempunyai keduduan yang jelas di tengah masyarakat” (Aidh al-Qarni
2006), dan tentunya akan mampu mencetak sesuatu yang baru.
Jika
manusia hanya perpedoman kepada sejarah, tidak
kecil kemungkinan akan tergilas perubahan waktu .”dunia adalah
obyekpengamatan yang selalu berubah dan bergerak dan tidak
tetap”(poedjawijatna,1982) di saat sejarah berbicara tentaang zuhud dan hidup
sederhna lalu kemudian di zaman yang modern ini di artikan bahwa orang hanya menjalankan menjalankan
ibadah ritual dengan menggunakan
pasilitas yang seadanya dalam diri sendiri tanpa mengetahui apa yang telah
berkembang di luar sana, hanya berpatokan pada kata zuhud tadinya maka
bayangkan saja apa yang akan terjadi pada diri, dan generasi yang kita lahirkan
tentunya akan tetinggal jauh oleh zaman terlebih lagi jika berbicara tentang
tekhnologi. Dalam hal ini sangat di perlukan beberapa metodologi pengilmuan.
Metodologi ini kemudian di klasifikasikn menjadi dua yakni metodologi integralisasi dan metodologi obyektifikasi.
Dalam dua metodologi ini akan kita pahami bagaimana suatu ilmu yang berhubungan dengan tuhan dan
ilmu yaang berhubungan dengan manusia tidak
bisa di pisahkan. di saat integralisasi berbicara tentang wahyu yang berkaitan
dengan petunjuk allah dalam al qur’ an dan sunah rasul maka pada saat yang sama pula
objektifiksi tampil sebagai rahmat untuk semua orang sehingga akan muncul ilmu
sekuler dan integralistik. “ilmu-ilmu
sekuler adalah produk bersama semua manusia, sedangkamn
ilmu-ilmu integralistik (nantinya) adalah produk bersama seluruh manusia”
(kuntowijoyo 1234), dalam hal ini kita
tidak boleh memandang sebelah mata
terhadap salah satu ilmu tersebut. Ilmu yang pertama kali muncul itu
sendiri adalah ilmu filsafat dan ini
adalah salah satu ilmu yang bersifat sekuler, ilmu sekuer inilah yang telah
menguasai manusia karna lebih mengarah ke pandangan tentang masa depan
manusia.Sehingga tumbuhlah beberapa alur pertumbuhan ilmu-ilmu yang meliputi:
agama dimana agama telah menjadikan al qur’ an sebagai sumber ajaran islam yang berkaitan dengan tuhan dan
lingkungan.Namun agama tidak pernah mengklaim wahyu tuhan sebagai satu-satunya
pengtahuan tapi juga telah mengakui bahwa ilmu itu juga berasal dari manusia yang
kemudian di namakan sebagai teantroposentrismi, dan tumbuhlah beberapa paham
yang yang ingin menyatukan kembli agama dengan sektor-sektor kehidupan lain,
termasuk agama dan ilmu itu sendiri.dalam ilmu integralistik wahyu tuhan dan temuan pikiran manusia tidak
akan salingmengucilkan , dari penyatuan
agama dan wahyu tadi akan teriring perkembangan menuju pasca modernisme dengan
tetap terarah pada wahyu tuhan. Sebaliknya bisa di bayangkan apa yang akan terjadi jika ekonomi lepas dari
agama, politiklepas dari agama dan sebagainya tentunya kita akan mempunyai
pandngan yang sekuler objektif ketika kedua aspek tadi berdiri sendiri.oleh
karna itu kita sangat mengharapkan datangnya pasca modernisme akan menghsilkan
rujukan kembali dan keterkaitan kembal
termasuk ilmu dan agama.
Dalam
hal merujuk kembali eterkaitan antara ilmu dan agama ini telah di rencanakan
oleh beberapa golongan di dunia termasuk di dalamnya sunni maupun syi’ah dalam menghadapi pasca modernisme tadi.
Objektifikasi
dalam islam telah membuka kebebasan
kepada manusia dalam hal mencari ilmu. Islam tidak pernah mewajibkan manusia
untuk menuntut ilmu ke mekah namun dengan bijaksna isalam telahmelepas manusia
untuk menentukan pilihannya dalm suatu hadis justru di katakan “ tuntutlah ilmu
meskipun ke negri cina” ini memberikan
isyarat bahwa islam tidak pernah mengekang dan membelenggu masyarakat manusia
untuk mengkaji pengetahuan di manapun itu selama tidak keluar dari ketentuan
agama itu sendiri. Karna dalam menghadapi dunia yang pluralisme ini seseorang
tidak akan pernah membedakan agama yang di anut namun yang menjadi peratnyaan
sekarang ini adalah sebatas apa kemampuan yang kita miliki, semisal dalam
sebuah perkantoran seseorang tidak akan bisa masuk kerja dengan bermodalkan
agama islam namun persoalan yang menunjang adalah ilmu ataupun skill yang di
miliki perorangan itu sendri.
Islam
telah menetapkan al qur’ an sebagai sumber hukum yang harus di taati oleh
manusia namun sekarang di saat dunia telah bersifat pluralisme, dimana dalam
suatu negara terdiri dari berbagai agama, ras, dan suku tidak mungkin kalau
hanya di patokkan kepada al qur’an semata sehingga ojektifikasi telah muncul
untuk memberikan beberapa peraturan yang dapat menyesuakn berbagai keragaman
tadi, karna jika salah satu dari aturan agama
di lalaikan maka tentunya berdampak pada kesenjangan sosial yang besar.
Negara sebagai pelembagaan wewenang juga harus pandai meletakkan dasar hukum ,
untuk mengelola hukum itu tidak dapat di lakukan dari kalangan pribadi, maupun
pemimpin itu sendiri, untuk membuat hal semacam ini sangatlah di perlukan
pertimbangn yang matang.
Dalam
melakukan berbagai penetapan tentunya tidak terlepas dari etika yang harus di
paparkan seperti apa. Islam mempuyai beberapa paradigma yang dalam hal ini haruslah
sejalan dengan etika karna untuk mewujudkam tujuan akhir yang di kehendaki
dalam paradigma islam harus kita ketahui terlebih dahulu bahwa islam adalah agama yang abadi sehingga kedekatan manusia kepada yang
maha abadi justru telah menghendaki adanya perubahan, dan memperjuangkan
sejarah kehidupan manusia yang dulunya masih suram menuju sebuah pencerahan.
Perdebatan
mengenai theologi di kalangan islam sampai sekarang ini masih nampak, di mana
pada seorang muslim yang mengkaji dan mengartikan theologo sebagai hal yang
berkitan dengan ilmu kalam dan ketuhanan. Di sisi lain kita katakan bahwa
cendikiawan muslim telah memaknai theologi itu lebih luas terhadap realitas dan
menggunakan refleksi yang empiris.sehingga tidak heran jika sering terjadi perdebatan
dan kesalah pahaman dari dua pandangan tersebut.sehingga di perlukanbeberapa
etika penjelasn untuk menyatukan dua hal yang di anggap berbeda itu.
Dalam
hal ini sebagai ilmuan islam yang peka terhadap sosial tentunya akan mengambil
beberapa tindkan yang tidak akan berdampak
pada perdebatan yang sulit bisa menerima pandangan keilmuan tadi.dengan
mengelaborasi ajaran agama ke dalam bentuk
teori sosial nampakna akan lebih mudah di terima di tengah kalangan
masyarakat, sehingga tidak terpaku pada persoalan teologis semata tetapi juga mengangkat
berbagi persolan sosial ataupun sejarah.sehingga perlahan akan mampu
menjelaskan tentang sebenarnya tujuan dari pemaparan yang di kehendaki.
Terlebih lagi di era modern sekarang ini di mana pemikiran manusia tidak akan
mudah di otak atik lagi untuk menyusupkan beberapa pemahaman baru, kehidupan
modern sesungguhnya telah muncul di tengah masyarakat dari hasil pemikiran dan
karya manisia itu sendiri.
Ketita
masyarakat telah mampu mengubah zaman menjadi modern justru sekarang kemajuan
itu telah menyeret manusia untuk menjadi produsen yang hanya bisa mengandalkan
tekhnologi, tangan manisia telah pensiun
untuk melakukan sebuah kegiatan produksi dimana sekarang ini posisinya telah di
gantikan oleh tekhnologi, tehnologi memegang peranan yang terdepan dari sistem
produksi padahal tekhnologi itu sndiri adalah hasil produksi yang muncul dari
pemikiran seorang yang produktif. Ketika dahulu manusia menggunakan energi dan
tangannya sendiri kini harus merelakan pekerjaan itu di selesaikan oleh
tekhnologi.
Dampaknya
masyarakat yang tidak mampu bertarung dalam perubahan zaman harus rela jadi
penonton, perubahan zaman ini bersikap kejam dan tidak bisa di tawar lagi, di saat manusia memfungsikan ilmu yang
mapan dalam menghadapi perubahan maka
dia akan menjadi raja zaman tetapi sebaliknya jika manusia hanya bisa memandang perubahan zaman itu tanpa di
hadapi dengan ilmu yang sesuai dengan
zaman itu inginkan maka manusia yang semacam ini tentunya akan menjadi
budak dari perubahan zaman. Sekarang pilihan ada di tangan manusia, islam dalam
hal ini tidak pernah mengekang manusia untuk mempelajari apa yang seharusnya
bisa mencipakan manusia-manusia mampu menjadi rahmatan lil aalamin
KESIMPULAN
Dari
beberapa pemaparan di atas kami dapat melontarkan kesimpulan bahwa
objektifiksi adalah beberapa pandangan
yang menginginkan terciptanya manusia-manusia yang mampu menjadi rahmatan
lilaalamin melalui proses pengilmuan islam.dalam hal yang semacam ini akan
muncul beberapa efstimologi dalam paradigma islam yang bisa di jawab melalui
struktur trasendental yang menempatkan tauhid sebagi ilmu terdepan. Sehingga di
perlukan beberapa metodologi untuk meneruskan paradigma tersebut yang kami
paparkan. metodologi itu meliputi dua strutur
yakni struktur integralisasi dan
objektifikasi karna dua hal inilah yang dapat menyatukan pemikiran islam untuk
tidak dikotomi terhadap agama dan ilmu.
Dalam
menaggapi hal yang semacam itu akan timbul beberapa permasalahan yang
memerlukan etika yang tepat untuk menanggapinya. Dalam menanggapi persoalan
yang berkaitan dengan agama dan ilmu sosial kiranya di perlukan beberapa pola
merubah pemahaman kosa kata dalam memahapi pemaparan tertentu.melalui proses
menyusupkan beberapa persoalan yang berkaitan dengan manusia dan tidak melepaskan strategi mengutamakan
agama akan mampu menciptakan manusia yang berpikir untuk tidak hanya seedar
ibadah kepada tuhan tapi juga membangun solidaritas dengan sesama manusia.demikian
juga dalam hal ilmu tentunya pengembangan ilmu yang mempu menjawab tantangan
zaman tidak boleh di belakangi oleh manusia sehingga akan mampu menghasilkan
produk-produk yang di inginkan
zaman. Karna jika manusia hanya
mengandalkan ilmu agama tanpa menanamkan kepekaan terhadap perubahan maka dia
akan menjadi budak zaman sehingga ilmu agama dan ilmu umum harus mampu
bergandengan untuk mendampingi manusia.
DAFTAR PUSTAKA
v Gazalba,Sidi, 1987, Sistematika Filsafat, Jakarta: Bulan
Bintang.
v Poedjawijatna, 1997, Pembimbing kearah Filsafat, Jakarta,
Rineka Cipta.
v Al-Qarni Aidh, 2006, Memahami Semangat Zaman,
Jakarta, Serambi.
v Poedjawijatna, 1982, Tahu dan Pengetahuan, Jakarta, Bina Aksara.
v Mustafa Mustanadi, 2008, Pendidikan dalam Perspektif Islam,
Praya, Darul Muhajirin.
v Kuntowijoyo,
Categories:
MAKALAH